Arjuna Duwe Kepinteran Yaiku

Arjuna Duwe Kepinteran Yaiku

Step 1: Given the speed of light, c = 3.0×1083.0 × 10^83.0×108 meters/second and the time, t = 4,500 seconds.

Ilustrasi Arjuna menurut seorang seniman.

Arjuna (Sanskerta: अर्जुन; Arjuna) kuwe jeneng tokoh protagonis nang wiracarita Mahabharata. Dheweke dikenal sebagai sang Pandawa sing menawan parasnya lan lemah lembut budinya. Arjuna kuwe putra Prabu Pandudewanata, raja nang Hastinapura dengan Dewi Kunti atau Dewi Prita, yaitu putri Prabu Surasena, Raja Wangsa Yadawa di Mandura. Arjuna merupakan teman dekat Kresna, yaitu awatara (penjelmaan) Bhatara Wisnu sing turun ke dunia demi menyelamatkan dunia sekang kejahatan. Arjuna juga merupakan salah orang sing sempat menyaksikan "wujud semesta" Kresna menjelang Bharatayuddha berlangsung. dheweke juga menerima Bhagawadgita atau "Nyanyian Orang Suci", yaitu wejangan suci sing disampaikan oleh Kresna kepadanya sesaat sebelum Bharatayuddha berlangsung karena Arjuna masih segan untuk menunaikan kewajibannya.

Nang basa Sanskerta, secara harfiah jeneng Arjuna artiné "bersinar terang", "putih" , "resik". Dideleng sekang artiné, jeneng Arjuna bisa berarti "jujur di dalam wajah lan pikiran".

Arjuna mendapat julukan "Kuruśreṣṭha" sing berarti "keturunan dinasti Kuru sing terbaik". dheweke merupakan manusia pilihan sing mendapat kesempatan untuk mendapat wejangan suci sing sangat mulia sekang Kresna, sing terkenal sebagai Bhagawadgita (nyanyian Tuhan).

Ia memiliki sepuluh nama: Arjuna, Phālguna, Jishnu, Kirti, Shwetawāhana, Wibhatsu, Wijaya, Pārtha, Sawyashachi (juga disamakan dengan Sabyasachi), lan Dhananjaya. Ketika dheweke ditanya tentang sepuluh namanya sebagai bukti identitas, maka dheweke menjawab:

Dalam Mahabharata diceritakna nek Raja Hastinapura sing bernama Pandu ora bisa melanjutkan keturunan karena dikutuk oleh seorang resi. Kunti (istri pertamanya) menerima anugerah sekang Resi Durwasa agar mampu memanggil Dewa-Dewa sesuai dengan keinginannya, lan juga dapat memperoleh anak sekang Dewa tersebut. Pandu lan Kunti memanfaatkan anugerah tersebut kemudian memanggil Dewa Yama (Dharmaraja; Yamadipati), Dewa Bayu (Marut), lan Dewa Indra (Sakra) sing kemudian memberi mereka tiga putra. Arjuna merupakan putra ketiga, lahir sekang Indra, pemimpin para Dewa.

Arjuna memiliki karakter sing mulia, berjiwa kesatria, imannya kuat, tahan terhadap godaan duniawi, gagah berani, lan selalu berhasil merebut kejayaan sehingga diberi julukan "Dananjaya". Musuh seperti apapun pasti akan ditaklukkannya, sehingga dheweke juga diberi julukan "Parantapa", sing berarti penakluk musuh. Di antara semua keturunan Kuru di dalam silsilah Dinasti Kuru, dheweke dijuluki "Kurunandana", sing artinya putra kesasingan Kuru. dheweke juga memiliki nama lain "Kuruprāwira", sing berarti "kesatria Dinasti Kuru sing terbaik", sedangkan arti harfiahnya adalah "Perwira Kuru".

Di antara para Pandawa, Arjuna merupakan kesatria pertapa sing paling teguh. Pertapaannya sangat khusyuk. Ketika dheweke mengheningkan cipta, menyatukan lan memusatkan pikirannya kepada Tuhan, segala gangguan lan godaan duniawi tak akan bisa menggoyahkan hati lan pikirannya. Maka sekang itu, Sri Kresna sangat kagum padanya, karena dheweke merupakan kawan sing sangat dicintai Kresna sekaligus pemuja Tuhan sing sangat tulus. Sri Kresna pernah berkata padanya, "Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbaktilah kepada-Ku, lan serahkanlah dirimu pada-Ku, maka kau akan datang kepada-Ku. Aku berkata demikian, karena kaulah kawan-Ku sing sangat Kucintai".[1]

Arjuna dididik bersama dengan saudara-saudaranya sing lain (para Pandawa lan Korawa) oleh Bagawan Drona. Kemahirannya dalam ilmu memanah sudah tampak semenjak kecil. Pada usia muda dheweke sudah mendapat gelar "Maharathi" atau "kesatria terkemuka". Ketika Guru Drona meletakkan burung kayu pada pohon, dheweke menyuruh muridnya satu-persatu untuk membidik burung tersebut, kemudian dheweke menanyakan kepada muridnya apa saja sing sudah mereka lihat. Banyak muridnya sing menjawab bahwa mereka melihat pohon, cabang, ranting, lan segala sesuatu sing dekat dengan burung tersebut, termasuk burung itu sendiri. Ketika tiba giliran Arjuna untuk membidik, Guru Drona menanyakan apa sing dheweke lihat. Arjuna menjawab bahwa dheweke hanya melihat burung saja, ora melihat benda sing lainnya. Hal itu membuat Guru Drona kagum bahwa Arjuna sudah pintar.

Pada suatu hari, ketika Drona sedang mandi di sungai Gangga, seekor buaya datang mengigitnya. Drona dapat membebaskan dirinya dengan mudah, namun karena dheweke ingin menguji keberanian murid-muridnya, maka dheweke berteriak meminta tolong. Di antara murid-muridnya, hanya Arjuna sing datang memberi pertolongan. Dengan panahnya, dheweke membunuh buaya sing menggigit gurunya. Atas pengabdian Arjuna, Drona memberikan sebuah astra sing bernama "Brahmasirsa". Drona juga mengajarkan kepada Arjuna tentang cara memanggil lan menarik astra tersebut. Menurut Mahabharata, Brahmasirsa hanya dapat ditujukan kepada dewa, raksasa, setan jahat, lan makhluk sakti sing berbuat jahat, agar dampaknya ora berbahaya.

Arjuna memiliki senjata sakti sing merupakan anugerah para dewata, hasil pertapaannya. dheweke memiliki panah Pasupati sing digunakannya untuk mengalahkan Karna dalam Bharatayuddha. Busurnya bernama Gandiwa, pemberian Dewa Baruna ketika dheweke hendak membakar hutan Kandawa. dheweke juga memiliki sebuah terompet kerang (sangkala) bernama Dewadatta, sing berarti "anugerah Dewa".

Artikel utama kanggo bagian kiye yakuwe:

Pada suatu ketika, Raja Drupada sekang Kerajaan Panchala mengadakan sayembara untuk mendapatkan Dropadi, puterinya. Sebuah ikan kayu diletakkan di atas kubah balairung, lan di bawahnya terdapat kolam sing memantulkan basingan ikan sing berada di atas. Kesatria sing berhasil memanah ikan tersebut dengan hanya melihat pantulannya di kolam, berhak mendapatkan Dropadi.

Berbagai kesatria mencoba melakukannya, namun ora berhasil. Ketika Karna sing hadir pada saat itu ikut mencoba, dheweke berhasil memanah ikan tersebut dengan baik. Namun dheweke ditolak oleh Dropadi dengan alasan Karna lahir di kasta rendah. Arjuna bersama saudaranya sing lain menyamar sebagai Brahmana, turut serta menghadiri sayembara tersebut. Arjuna berhasil memanah ikan tepat sasaran dengan hanya melihat pantulan basingannya di kolam, lan dheweke berhak mendapatkan Dropadi.

Ketika para Pandawa pulang membawa Dropadi, mereka berkata, "Ibu, engkau pasti ora akan percaya dengan apa sing kami bawa!". Kunti (Ibu para Pandawa) sing sedang sibuk, menjawab "Bagi dengan rata apa sing sudah kalian peroleh". Sesuai dengan apa sing dikatakan oleh Kunti, maka para Pandawa bersepakat untuk membagi Dropadi sebagai istri mereka. Mereka juga berjanji ora akan mengganggu Dropadi ketika sedang bermesraan di kamar bersama dengan salah sijining sekang Pandawa. Hukuman sekang perbuatan sing mengganggu adalah pembuangan selama 1 tahun.

Pada suatu hari, ketika Pandawa sedang memerintah kerajaannya di Indraprastha, seorang pendeta masuk ke istana lan melapor bahwa pertapaannya diganggu oleh para raksasa. Arjuna sing merasa memiliki kewajiban untuk menolongnya, bergegas mengambil senjatanya. Namun senjata tersebut disimpan di sebuah kamar dimana Yudistira lan Dropadi sedang menikmati malam mereka. Demi kewajibannya, Arjuna rela masuk kamar mengambil senjata, ora memedulikan Yudistira lan Dropadi sing sedang bermesraan di kamar. Atas perbuatan tersebut, Arjuna dihukum untuk menjalani pembuangan selama 1 tahun.

Arjuna menghabiskan masa pengasingannya dengan menjelajahi penjuru Bharatawarsha atau daratan India Kuno. Ketika sampai di sungai Gangga, Arjuna bertemu dengan Ulupi, puteri Naga Korawya sekang istana naga atau Nagaloka. Arjuna terpikat dengan kecantikan Ulupi lalu menikah dengannya. sekang hasil perkawinannya, dheweke dikaruniai seorang putra sing diberi nama Irawan. Setelah itu, dheweke melanjutkan perjalanannya menuju wilayah pegunungan Himalaya. Setelah mengunjungi sungai-sungai suci sing ada di sana, dheweke berbelok ke selatan. dheweke sampai di sebuah negeri sing bernama Manipura. Raja negeri tersebut bernama Citrasena. dheweke memiliki seorang puteri sing sangat cantik bernama Citrānggadā. Arjuna jatuh cinta kepada puteri tersebut lan hendak menikahinya, namun Citrasena mengajukan suatu syarat bahwa apabila puterinya tersebut melahirkan seorang putra, maka anak puterinya tersebut harus menjadi penerus tahta Manipura oleh karena Citrasena ora memiliki seorang putra. Arjuna menyetujui syarat tersebut. sekang hasil perkawinannya, Arjuna lan Citrānggadā memiliki seorang putra sing diberi nama Babruwahana. Oleh karena Arjuna terikat dengan janjinya terdahulu, maka dheweke meninggalkan Citrānggadā setelah beberapa bulan tinggal di Manipura. dheweke ora mengajak istrinya pergi ke Hastinapura.

Setelah meninggalkan Manipura, dheweke meneruskan perjalanannya menuju arah selatan. Dia sampai di lautan sing mengapit Bharatawarsha di sebelah selatan, setelah itu dheweke berbelok ke utara. dheweke berjalan di sepanjang pantai Bharatawarsha bagian barat. Dalam pengembaraannya, Arjuna sampai di pantai Prabasa (Prabasatirta) sing terletak di dekat Dwaraka, sing kini dikenal sebagai Gujarat. Di sana dheweke menyamar sebagai seorang pertapa untuk mendekati adik Kresna sing bernama Subadra, tanpa diketahui oleh siapa pun. Atas perhatian sekang Baladewa, Arjuna mendapat tempat peristirahatan sing layak di taman Subadra. Meskipun rencana untuk membiarkan dua pemuda tersebut tinggal bersama ditentang oleh Kresna, namun Baladewa meyakinkan bahwa peristiwa buruk ora akan terjadi. Arjuna tinggal selama beberapa bulan di Dwaraka, lan Subadra telah melayani semua kebutuhannya selama itu. Ketika saat sing tepat tiba, Arjuna menyatakan perasaan cintanya kepada Subadra. Pernyataan itu disambut oleh Subadra. Dengan kereta sing sudah disiapkan oleh Kresna, mereka pergi ke Indraprastha untuk melangsungkan pernikahan.

Baladewa marah setelah mendengar kabar bahwa Subadra telah kabur bersama Arjuna. Kresna meyakinkan bahwa Subadra pergi atas kemauannya sendiri, lan Subadra sendiri sing mengemudikan kereta menuju Indraprastha, bukan Arjuna. Kresna juga mengingatkan Baladewa bahwa dulu dheweke menolak untuk membiarkan kedua pasangan tersebut tinggal bersama, namun usulnya ditentang oleh Baladewa. Setelah Baladewa sadar, dheweke membuat keputusan untuk menyelenggarakan upacara pernikahan sing mewah bagi Arjuna lan Subadra di Indraprastha. dheweke juga mengajak kaum Yadawa untuk turut hadir di pesta pernikahan Arjuna-Subadra. Setelah pesta pernikahan berlangsung, kaum Yadawa tinggal di Indraprastha selama beberapa hari, lalu pulang kembali ke Dwaraka, namun Kresna ora turut serta.

Pada suatu ketika, Arjuna lan Kresna berkemah di tepi sungai Yamuna. Di tepi hutan tersebut terdapat hutan lebat sing bernama Kandawa. Di sana mereka bertemu dengan Agni, Dewa Api. Agni berkata bahwa hutan Kandawa seharusnya telah musnah dilalap api, namun Dewa Indra selalu menurunkan hujannya untuk melindungi temannya sing bernama Taksaka, sing hidup di hutan tersebut. Maka, Agni memohon agar Kresna lan Arjuna bersedia membantunya menghancurkan hutan Kandawa. Kresna lan Arjuna bersedia membantu Agni, namun terlebih dahulu mereka meminta Agni agar menyediakan senjata kuat bagi mereka berdua untuk menghalau gangguan sing akan muncul. Kemudian Agni memanggil Baruna, Dewa Lautan. Baruna memberikan busur suci bernama Gandiwa serta tabung berisi anak panah dengan jumlah tak terbatas kepada Arjuna. Untuk Kresna, Baruna memberikan Cakra Sudarsana. Dengan senjata tersebut, mereka berdua menjaga agar Agni mampu melalap hutan Kandawa sampai habis.

Setelah Yudistira kalah bermain dadu, para Pandawa beserta Dropadi mengasingkan diri ke hutan. Kesempatan tersebut dimanfa'atkan oleh Arjuna untuk bertapa demi memperoleh kesaktian dalam peperangan melawan para sepupunya sing jahat. Arjuna memilih lokasi bertapa di gunung Indrakila. Dalam usahanya, dheweke diuji oleh tujuh bidadari sing dipimpin oleh Supraba, namun keteguhan hati Arjuna mampu melawan berbagai godaan sing diberikan oleh para bidadari. Para bidadari sing kesal kembali ke kahsingan, lan melaporkan kegagalan mereka kepada Dewa Indra. Setelah mendengarkan laporan para bidadari, Indra turun di tempat Arjuna bertapa sambil menyamar sebagai seorang pendeta. Dia bertanya kepada Arjuna, mengenai tujuannya melakukan tapa di gunung Indrakila. Arjuna menjawab bahwa dheweke bertapa demi memperoleh kekuatan untuk mengurangi penderitaan rakyat, serta untuk menaklukkan musuh-musuhnya, terutama para Korawa sing selalu bersikap jahat terhadap para Pandawa. Setelah mendengar penjelasan sekang Arjuna, Indra menampakkan wujudnya sing sebenarnya. Dia memberikan anugerah kepada Arjuna berupa senjata sakti.

Setelah mendapat anugerah sekang Indra, Arjuna memperkuat tapanya ke hadapan Siwa. Siwa sing terkesan dengan tapa Arjuna kemudian mengirimkan seekor babi hutan berukuran besar. dheweke menyeruduk gunung Indrakila hingga bergetar. Hal tersebut membuat Arjuna terbangun sekang tapanya. Karena dheweke melihat seekor babi hutan sedang mengganggu tapanya, maka dheweke segera melepaskan anak panahnya untuk membunuh babi tersebut. Di saat sing bersamaan, Siwa datang lan menyamar sebagai pemburu, turut melepaskan anak panah ke arah babi hutan sing dipanah oleh Arjuna. Karena kesaktian Sang Dewa, kedua anak panah sing menancap di tubuh babi hutan itu menjadi satu.

Pertengkaran hebat terjadi antara Arjuna lan Siwa sing menyamar menjadi pemburu. Mereka sama-sama mengaku telah membunuh babi hutan siluman, namun hanya satu anak panah saja sing menancap, bukan dua. Maka sekang itu, Arjuna berpikir bahwa si pemburu telah mengklaim sesuatu sing sebenarnya menjadi hak Arjuna. Setelah adu mulut, mereka berdua berkelahi. Saat Arjuna menujukan serangannya kepada si pemburu, tiba-tiba orang itu menghilang lan berubah menjadi Siwa. Arjuna meminta ma'af kepada Sang Dewa karena dheweke telah berani melakukan tantangan. Siwa ora marah kepada Arjuna, justru sebaliknya dheweke merasa kagum. Atas keberaniannya, Siwa memberi anugerah berupa panah sakti bernama "Pasupati".

Setelah menerima anugerah tersebut, Arjuna dijemput oleh para penghuni kahsingan untuk menuju kediaman Indra, raja para dewa. Di sana Arjuna menghabiskan waktu selama beberapa tahun. Di sana pula Arjuna bertemu dengan bidadari Urwasi. Karena Arjuna ora mau menikahi bidadari Urwasi, maka Urwasi mengutuk Arjuna agar menjadi banci. Kutukan itu dimanfaatkan oleh Arjuna pada saat para Pandawa menyelesaikan hukuman pembuangan mereka dalam hutan. Sesuai dengan perjanjian sing sah, Pandawa harus hidup dalam penyamaran selama satu tahun. Pandawa beserta Dropadi menuju ke kerajaan Wirata. Di sana Arjuna menyamar sebagai guru tari sing banci, dengan nama samaran Brihanala. Meskipun demikian, Arjuna telah berhasil membantu putra mahkota kerajaan Wirata, yaitu pangeran Utara, dengan menghalau musuh sing hendak menyerbu kerajaan Wirata.

Setelah menjalani masa pembuangan selama 13 tahun para Pandawa ingin memperoleh kembali kerajaannya. Namun ketika sampai di sana, hak mereka ditolak dengan tegas oleh Duryodana, bahkan dheweke menantang untuk berperang. Demi kerajaannya, para Pandawa menyetujui untuk melakukan perang.

Kresna, adik Baladewa, ora ingin terlibat langsung dalam peperangan antara Pandawa lan Korawa. dheweke ingin salah sijining pihak memilih tentaranya, sedangkan pihak sing lain memilihnya sebagai penasihat. Akhirnya, Duryodana memilih tentaranya, sedangkan Arjuna memilih Kresna sebagai kusir keretanya selama delapan belas hari pertarungan di Medan Kuru atau Kurukshetra. Dalam Mahabharata, peran Kresna sebagai kusir bermakna "pemandu" atau "penunjuk jalan", yaitu memandu Arjuna melewati segala kebimbangan hatinya lan menunjukkan jalan kebenaran kepada Arjuna. Ajaran kebenaran sing diuraikan Kresna kepada Arjuna disebut Bhagawadgita.

Hal itu bermula beberapa saat sebelum perang di Kurukshetra. Arjuna melakukan inspeksi terhadap pasukannya, agar dheweke bisa mengetahui siapa sing harus dheweke bunuh dalam pertempuran nanti. Tiba-tiba Arjuna dilanda pergolakan batin ketika dheweke melihat kakeknya, guru besarnya, saudara sepupu, teman sepermainan, ipar, lan kerabatnya sing lain berkumpul di Kurukshetra untuk melakukan pembantaian besar-besaran. Arjuna menjadi tak tega untuk membunuh mereka semua. Dilanda oleh masalah batin, antara mana sing benar lan mana sing salah, Arjuna bertekad untuk mengundurkan diri sekang pertempuran. Arjuna berkata:

Melihat hal itu, Kresna sing mengetahui dengan baik segala ajaran agama Hindu, menguraikan ajaran-ajaran kebenaran agar semua keraguan di hati Arjuna sirna. Kresna menjelaskan, mana sing benar lan mana sing salah, mana sing sepantasnya dilakukan Arjuna sebagai kewajibannya di medan perang. Selain itu Kresna menunjukkan bentuk semestanya kepada Arjuna. Ajaran kebenaran sing dijabarkan Kresna tersebut dikenal sebagai Bhagawadgita, sing berarti "Nyanyian Tuhan". Kitab Bhagawad Gita sing sebenarnya merupakan suatu bagian sekang Bhismaparwa, menjadi kitab tersendiri sing sangat terkenal dalam ajaran Hindu, karena dianggap merupakan intisari sekang ajaran-ajaran Weda.

Dalam pertempuran di Kurukshetra, atau Bharatayuddha, Arjuna bertarung dengan para kesatria hebat sekang pihak Korawa, lan ora jarang dheweke membunuh mereka, termasuk panglima besar pihak Korawa yaitu Bisma. Di awal pertempuran, Arjuna masih dibasingi oleh kasih sasing Bisma sehingga dheweke masih segan untuk membunuhnya. Hal itu membuat Kresna marah berkali-kali, lan Arjuna berjanji bahwa kelak dheweke akan mengakhiri nyawa Bisma. Pada pertempuran di hari kesepuluh, Arjuna berhasil membunuh Bisma, lan usaha tersebut dilakukan atas bantuan sekang Srikandi. Setelah Abimanyu putra Arjuna gugur pada hari ketiga belas, Arjuna bertarung dengan Jayadrata untuk membalas dendam atas kematian putranya. Pertarungan antara Arjuna lan Jayadrata diakhiri menjelang senja hari, dengan bantuan sekang Kresna.

Pada pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna terlibat dalam duel sengit melawan Karna. Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta Arjuna ke dalam tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset beberapa inci sekang kepala Arjuna. Saat Arjuna menyerang Karna kembali, kereta Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah kutukan). Karna turun untuk mengangkat kembali keretanya sing terperosok. Salya, kusir keretanya, menolak untuk membantunya. Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna menghentikan penyerangannya bila kereta Karna belum berhasil diangkat. Pada saat itulah Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, sing terbunuh dalam keadaan tanpa senjata lan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan batin, Arjuna melepaskan panahnya sing mematikan ke kepala Karna. Senjata itu memenggal kepala Karna.

Tak lama setelah Bharatayuddha berakhir, Yudistira diangkat menjadi Raja Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Untuk menengakkan dharma di seluruh Bharatawarsha, sekaligus menaklukkan para raja kejam dengan pemerintahan tiran, maka Yudistira menyelenggarakan Aswamedha Yadnya. Upacara tersebut dilakukan dengan melepaskan seekor kuda lan kuda itu diikuti oleh Arjuna beserta para prajurit. Daerah sing dilalui oleh kuda tersebut menjadi wilayah Kerajaan Kuru. Ketika Arjuna sampai di Manipura, dheweke bertemu dengan Babruwahana, putra Arjuna sing ora pernah melihat wajah ayahnya semenjak kecil. Babruwahana bertarung dengan Arjuna, lan berhasil membunuhnya. Ketika Babruwahana mengetahui hal sing sebenarnya, dheweke sangat menyesal. Atas bantuan Ulupi sekang negeri Naga, Arjuna hidup kembali.

Tiga puluh enam tahun setelah Bharatayuddha berakhir, Dinasti Yadu musnah di Prabhasatirtha karena perang saudara. Kresna lan Baladewa, sing konon merupakan kesatria paling sakti dalam dinasti tersebut, ikut tewas namun ora dalam waktu sing bersamaan. Setelah berita kehancuran itu disampaikan oleh Daruka, Arjuna datang ke kerajaan Dwaraka untuk menjemput para wanita lan anak-anak. Sesampainya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota gemerlap tersebut telah sepi. Basudewa sing masih hidup, tampak terkulai lemas lan kemudian wafat di mata Arjuna. Sesuai dengan amanat sing ditinggalkan Kresna, Arjuna mengajak para wanita lan anak-anak untuk mengungsi ke Kurukshetra. Dalam perjalanan, mereka diserang oleh segerombolan perampok. Arjuna berusaha untuk menghalau serbuan tersebut, namun kekuatannya menghilang pada saat dheweke sangat membutuhkannya. Dengan sedikit pengungsi lan sisa harta sing masih bisa diselamatkan, Arjuna menyebar mereka di wilayah Kurukshetra.

Setelah Arjuna berhasil menjalankan misinya untuk menyelamatkan sisa penghuni Dwaraka, dheweke pergi menemui Resi Byasa demi memperoleh petunjuk. Arjuna mengadu kepada Byasa bahwa kekuatannya menghilang pada saat dheweke sangat membutuhkannya. Byasa sing bijaksana sadar bahwa itu semua adalah takdir sing Maha Kuasa. Byasa menyarankan bahwa sudah selayaknya para Pandawa meninggalkan kehidupan duniawi. Setelah mendapat nasihat sekang Byasa, para Pandawa spakat untuk melakukan perjalanan suci menjelajahi Bharatawarsha.

Perjalanan suci sing dilakukan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa. Dalam perjalanan sucinya, para Pandawa dihadang oleh api sing sangat besar, yaitu Agni. dheweke meminta Arjuna agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya sing tak pernah habis dikembalikan kepada Baruna, sebab tugas Nara sebagai Arjuna sudah berakhir di zaman Dwaparayuga tersebut. Dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata saktinya ke lautan, ke kediaman Baruna. Setelah itu, Agni lenyap sekang hadapannya lan para Pandawa melanjutkan perjalanannya.

Ketika para Pandawa serta istrinya memilih untuk mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka, Arjuna gugur di tengah perjalanan setelah kematian Nakula, Sahadewa, lan Dropadi.

Di Nusantara, tokoh Arjuna juga dikenal lan sudah terkenal sekang dahulu kala. Arjuna terutama menjadi populer di daerah Jawa, Bali, Madura, lan Lombok. Di Jawa lan kemudian di Bali, Arjuna menjadi tokoh utama dalam beberapa kakawin, seperti misalnya Kakawin Arjunawiwāha, Kakawin Pārthayajña, lan Kakawin Pārthāyana (juga dikenal dengan nama Kakawin Subhadrawiwāha. Selain itu Arjuna juga didapatkan dalam beberapa relief candi di pulau Jawa misalkan candi Surowono.

Arjuna juga merupakan seorang tokoh ternama dalam dunia pewasingan dalam budaya Jawa Baru. Di bawah ini disajikan beberapa ciri khas sing mungkin berbeda dengan ciri khas Arjuna dalam kitab Mahābhārata versi India dengan bahasa Sansekerta.

Arjuna seorang kesatria sing gemar berkelana, bertapa lan berguru menuntut ilmu. Selain menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sukalima, dheweke juga menjadi murid Resi Padmanaba sekang Pertapaan Untarayana. Arjuna pernah menjadi brahmana di Goa Mintaraga, bergelar Bagawan Ciptaning. dheweke dijadikan kesatria unggulan para dewa untuk membinasakan Prabu Niwatakawaca, raja raksasa sekang negara Manimantaka. Atas jasanya itu, Arjuna dinobatkan sebagai raja di Kahsingan Dewa Indra, bergelar Prabu Karitin. lan mendapat anugrah pusaka-pusaka sakti sekang para dewa, antara lain: Gendewa (dari Bhatara Indra), Panah Ardadadali (dari Bhatara Kuwera), Panah Cundamanik (dari Bhatara Narada).

Arjuna memiliki sifat cerdik lan pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani lan suka melindungi sing lemah. dheweke memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah negara Amarta. Setelah perang Bharatayuddha, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata. Akhir riwayat Arjuna diceritakan, dheweke moksa (mati sempurna) bersama keempat saudaranya sing lain di gunung Himalaya.

Ia adalah petarung tanpa tanding di medan laga, meski bertubuh ramping berparas rupawan sebagaimana seorang dara, berhati lembut meski berkemauan baja, kesatria dengan segudang istri lan kekasih meski mampu melakukan tapa sing paling berat, seorang kesatria dengan kesetiaan terhadap keluarga sing mendalam tapi kemudian mampu memaksa dirinya sendiri untuk membunuh saudara tirinya. Bagi generasi tua Jawa, dia adalah perwujudan lelaki seutuhnya. Sangat berbeda dengan Yudistira, dia sangat menikmati hidup di dunia. Petualangan cintanya senantiasa memukau orang Jawa, tetapi secara aneh dia sepenuhnya berbeda dengan Don Juan sing selalu mengejar wanita. Konon Arjuna begitu halus lan tampan sosoknya sehingga para puteri begitu, juga para dasing, akan segera menawarkan diri mereka. Merekalah sing mendapat kehormatan, bukan Arjuna. dheweke sangat berbeda dengan Wrekudara. Dia menampilkan keanggunan tubuh lan kelembutan hati sing begitu dihargai oleh orang Jawa berbagai generasi.

Arjuna juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya, atara lain: Keris Kiai Kalanadah diberikan pada Gatotkaca saat mempersunting Dewi Pergiwa (putra Arjuna), Panah Sangkali (dari Resi Drona), Panah Candranila, Panah Sirsha, Panah Kiai Sarotama, Panah Pasupati, Panah Naracabala, Panah Ardhadhedhali, Keris Kiai Baruna, Keris Pulanggeni (diberikan pada Abimanyu), Terompet Dewanata, Cupu berisi minyak Jayengkaton (pemberian Bagawan Wilawuk sekang pertapaan Pringcendani) lan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kiai Pamuk. Sedangkan ajian sing dimiliki Arjuna antara lain: Panglimunan, Tunggengmaya, Sepiangin, Mayabumi, Pengasih lan Asmaragama. Arjuna juga memiliki pakaian sing melambangkan kebesaran, yaitu Kampuh atau Kain Limarsawo, Ikat Pinggang Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta lan Cincin Mustika Ampal (dahulunya milik Prabu Ekalaya, raja negara Paranggelung).

Dalam Mahabharata versi pewasingan Jawa, Arjuna mempunyai banyak sekali istri,itu semua sebagai simbol penghargaan atas jasanya ataupun atas keuletannya sing sekaku berguru kepada banyak pertapa. Berikut sebagian kecil istri lan anak-anaknya:

Dalam wiracarita Mahabharata versi nusantara, Arjuna banyak memiliki nama lan nama julukan, antara lain: Parta (pahlawan perang), Janaka (memiliki banyak istri), Pemadi (tampan), Dananjaya, Kumbaljali, Ciptaning Mintaraga (pendeta suci), Pandusiwi, Indratanaya (putra Batara Indra), Jahnawi (gesit trengginas), Palguna, Indrasuta, Danasmara (perayu ulung) lan Margana (suka menolong). "Begawan Mintaraga" adalah nama sing digunakan oleh Arjuna saat menjalani laku tapa di puncak Indrakila dalam rangka memperoleh senjata sakti sekang dewata, sing akan digunakan dalam perang sing tak terhindarkan melawan musuh-musuhnya, yaitu keluarga Korawa.

Nama lain Arjuna di bawah ini merupakan nama lain Arjuna sing sering muncul dalam kitab-kitab Mahabharata atau Bhagawad Gita sing merupakan bagian daripadanya, dalam versi bahasa Sanskerta. Nama-nama lain di bawah ini memiliki makna sing sangat dalam, mengandung pujian, lan untuk menyatakan rasa kekeluargaan (nama-nama sing dicetak tebal lan miring merupakan sepuluh nama Arjuna).

Pada zaman prasejarah hingga abad XV Masehi, kecuali berfungsi sebagai perantara dalam upacara yang bersifat religius, dalang mengajarkan pula ilmu hidup kepada masyarakat. Kemudian dalang berfungsi pula sebagai pelaksana untuk menyebarkan ajaran Islam atau dakwah Islamiah. Lebih lebih pada abad XX, yang disebut abad teknologi modern, tugas-tugas sampiran dalang semakin bertambah, misalnya menerangkan masalah keluarga berencana (KB), pertanian, penghijauan tanah gundul, pendidikan, kampanye dan sebagainya.

Seperti diketahui pada umumnya, dalang adalah seorang yang pekerjaannya melakukan pertunjukan wayang, seperti wayag purwa, wayang madya, wayang gedog, wayang krucil, dan jenis wayang jenis lainnya kreasi abad ke 20.

Berikut ini akan disampaikan beberapa macam pendapat para ahli dalam membahas arti istilah dalang :

Pada abad XI, kecuali dalam penggunaan yang bersifat religius, wayang sudah merukan bentuk seni drama  yang mengeankan, yang dapat menggetarkan kalbu sehingga penonton dan pendengar ikut hanyut dan terharu karenanya.

Pada abad XV, setelah Majapahit runtuh, kebudayaan Hindu mulai pudar. Wayang telah dipengaruhi kebudayaan Islam.

Dalam ajaran Hindu, dalang berfungsi sebagai penghubung dengan dewa-dewa. Itulah sebabnya dalang dapat dibagi menjadi empat yaitu :

Jelas kiranya bahwa fungsi dalang adalah sebagai guru juru penerang dan juru hibur, sedangkan pendidikan bidang spiritual (kerohanian) harus mengandung unsur-unsur:

Berdasarkan keahlian :

Berdasarkan keterampilan dan kepandaian dalang dibagi menjadi tiga golongan yang besar .

Tahapan-tahapan itu bukan di dasarkan kepada usia tetapi didasarkan pada kepndaian dan ketrampilan peguyuban garapan pedalangan.

Dari tiga golongan yang besar itu dapat diperinci menjadi lima golongan.

Tugas dalang yang dimaksud dalam urutan ini adalah tugas dalam garapan pakeliran atau pagelaran wayang. Baik dalam penunaian tugas sebagi seorang dalang gaya lama maupun sebagai dalang pada zaman sekarang, ia adalah seorang yang menguasai bidangnya.

Surat kabar Bromartani terbitan tahun 1878 No. 32 dan 33b menyebutkan bahwa seorang dalang yang bak dan pandai, mengerti dan terampil berkewajiaban sebagi berikut :

Selain kedua belas hal itu, seperti telah kita ketahui, dalang juga harus memiliki sifat-sifat sebagi berikut :

Pada buku Pedhalangan Ngayogyakarta Jilid 1, ada beberapa hal yang harus dimiliki dan diketahui seorang dalang dari Ngayogyakarta dalam pementasan sebuah pewayangan adalah sebagai berikut :

Dalang dalam mementaskan sebuah lakon wayang selalu memiliki cerita yang tanduk dan tutuk. Tanduk disini diartikan bahwa cerita wayang harus teratur tiap-tiap bahasa dan kata-katanya, sehingga sesuai dengan bahasa pedalangan yang berlaku. Kedua adalah tutuk. Tutuk mempunyai arti urut menurut keadaan serta asal-usulnya cerita wayang sendiri. Sejarah dalam dunia pewayangan tidak lepas dari cerita awal mula kejadian dari Nabi Adam hingga keturunan-keturunannya. Cerita silsilah dari Nabi Adam tersebut yang nantinya akan melahirkan cerita-cerita jawata yang kemudian akan digunakan seorang dalang dalam pementasan ringgitnya. Tetapi yang diambil hanya yang pokok-pokok saja.

Pementasan lakon pewayangan juga tidak lupa dari Antawacana atau percakapan antar tokoh di dalam cerita tersebut. Beberapa hal yang harus diketahui dalang dalam  hubunganya dengan antawacana adalah sebagai berikut :

Pengetahuan lain dari seorang dalang yang harus dimilikinya adalah mengenai cepengan atau cara pembawaan dalang terhadap ringgitnya. Beberapa hal yang diperhatikan dalam cepengan adalah :

Berhubungan dengan tindakan-tindakan ringgit purwa semisal solah bawa, kejadian, terjadinya peperangan dan lain- lain disebut sabetan. Sifat-sifat yang dimiliki dalam sabetan biasanya bersifat sahut, yaitu mantap, dan menimbulkan greget pada orang yang melihat sabetan-sabetan seorang dalang dalam pementasan ringgitnya.

Suluk adalah lelagon yang berupa tembang, kakawin, ada-ada, sendhon dan lainya yang berhubungan dengan pakeliran dan dilakukan di tiap pocapan (suwuk gangsa) sehingga menimbulkan rasa cocok dengan keadaannya. Ada yang dinamakan laras atau titian nada dalam sebuah suluk. Lagu dalam sebuah suluk harus baik dan cocok sesuai patokan. Wirama harus sesuai dengan laku-laku cerita yang ada. Selain itu, dalang juga harus menguasai segala macam jenis gending-gending yang menjadi kebutuhan dalam pementasan wayang.

Pedoman demi keberhasilan penjiwaan pakeliran, yang disebutkan dalam Kawruh (pengetahuan) pedalangan karya M. Ng. Nojowirongko  alias Atmacendana menerangkan bahwa dalang yang baik harus menguasai unsur-unsur pakeliran, di antaranya sebagai berikut :

Di samping unsur penjiwaan itu, diterngakan pula bahwa dalang dalam pementasannya hars harmonis, harus cucut, berantawacara, mengerti akan unggah-ungguh (sopan santun), tutk dan terampil.

Berikut ini adalah larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar oleh dalang.

Dalam hal bahasa, dalang harus mempunyai hal-hal sebagai berikut :

Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!

Urutane Pandhawa sing paling tuwa yaiku ... Select one: A. Yudhistira, Arjuna, Nakula, Sadewa, Puntadewa B. Puntadewa, Yudhistira, Bima, nakula, sadewa, Arjuna C. Puntadewa, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa. D. Yudistira, Janaka, nakula, sadewa, bima. E. Puntadewa, Arjuna, Bima, Nakula, Sadewa

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Anda mungkin ingin melihat